Program MFK sebaiknya dipisah atau digabung?
Banyak praktisi
K3RS yang masih bingung terkait dengan pembuatan program Manajemen Resiko
Fasilitas dan Keselamatan (Program MFK) yang diminta di elemen penilaian SNARS
MFK 2. Kebanyakan mereka bingung apakah program ini dipisah atau digabung saja.
Terkadang mereka juga bingung, apakah program MFK ini sama dengan program K3
atau tidak.
Untuk
pembahasan terkait program MFK dan Program K3 sudah pernah saya bahas di tulisan
sebelumnya. Jadi tidak perlu saya bahas Kembali ya. Pada kesempatan kali ini
saya ingin memberikan pendapat terkait bagaimana idealnya pembuatan program
MFK. Apakah digabung atau dipisah. Siapa penanggung jawabnya, dan bagaimana
implementasinya nanti.
Di penjelasan
MFK 2 dijelaskan bahwa program MFK dapat dibuat terpisah atau digabung menjadi
satu program induk. Sebetulnya ini sudah jelas sekali. Mau kamu gabung atau
pisah, ya sama saja. Dua-duanya dibenarkan. Pada saat kamu bimbingan akreditasi
pun pasti surveyor akan memberikan pendapat serupa. Nah seringkali masalahnya
justru ada pada tim internal rumah sakit sendiri. Baik di Pokja MFK nya, Tim
K3RS atau Panitia Akreditasinya. Terkadang mereka bingung untuk memutuskan
baiknya gimana.
Oke Sebelum
masuk ke pembahasan, kita lihat dahulu maksud dan tujuan dari Program MFK ini.
Di MFK 2 dijelaskan bahwa program MFK bertujuan untuk mengelola resiko yang ada
di tempat pelayanan pasien maupun tempat kerja staf. Oleh karena itu program
MFK wajib mencakup enam hal yakni keselamatan dan keamanan, B3, Proteksi
kebakaran, penanggulangan bencana, system utilits dan pengelolaan peralatan
medis.
Banyak rumah
sakit yang memilih untuk memisah-misahkan keenam program tersebut, dengan alasan
kalau digabung akan sulit dalam penentuan budgetingnya. Kalau ia
memisah-misahkan maka dalam membuat budget programnya, ia bisa memminta bagian
terkait untuk mengurusinya.
Misalnya, dalam
program pengendalian kebakaran dan penanggulangan bencana. Kalau dilihat dari
scope programnya, cocok sekali kalau program ini masuk kedalam budgetnya tim
K3RS. Begitupula dengan program utilitas, peralatan medis, keselamatan dan keamanan
yang masuk ke budget bagian umum.
Kalau program
MFK digabung, maka rumah sakit pasti akan kesulitan dalam membuat budgetnya.
Soalnya Pokja MFK hanyalah sebuah kelompok kerja, bukan sebuah divisi, dan akan
dibubarkan begitu akreditasi selesai. Pokja MFK pun biasanya terdiri dari
lintas bagian, seperti bagian umum, bagian K3 atau bahkan PPI juga, Sehingga ia
tidak bisa dibebankan untuk mengelola budget.
Lantas,
bagaimana sih idealnya dalam pembuatan program MFK ini? Bagaimana pula dengan
budgetnya?
Oke disini saya
akan mencoba untuk memberikan solusi terkait permasalahan diatas. Semoga apa
yang saya tulis nanti bisa memberikan jawaban buat teman-teman semua. Disini
saya akan memberikan jawaban dengan dua versi, yakni versi program dipisah dan
versi program digabung.
Ketika rumah
sakit memutuskan untuk membuat program MFK secara terpisah, ada baiknya yang
pertama kali dilakukan adalah membuat keenam program tersebut masing-masing. Bila
sudah lalu masukkan item-item yang ada di program MFK ini ke dalam program
unit/divisi/komite. Misal saya contohkan pada program kerja bagian umum.
Di program
kerja bagian umum, sebaiknya masukkan sub program yang spesifik mengurusi
pengelolaan resiko di area kerjanya (dalam hal ini Program MFK). Contoh di
dalam program kerja bagian umum, terdapat program kerja IPSRS, program kerja Kesehatan
lingkungan, program kerja transportasi, program kerja logistic. Nah tambahkan
satu program lagi yang bernama program Manajemen Resiko fasilitas.
Di dalam
program tersebut, terdapat beberapa sub program yang bernama program keselamatan
dan keamanan, program pengelolaan utilitas, program pengelolaan alat medis.
Program B3, dan proteksi kebakaran pun bisa dimasukkan kesini asalkan scope
pekerjaannya dilakukan oleh bagian umum ya, misalnya pengadaan sprinkler,
perawatan berkala hydrant atau pengelolaan limbah B3.
Nah dengan
begini maka rumah sakit tidak perlu bingung lagi dalam menentukan budgetnya.
Tinggal serahkan bagian umum saja dalam membuat budgetnya. Nanti Ketika tim MFK
ingin mengerjakan program MFK misalnya pengadaan sign apar atau apar, ya
tinggal minta anggotanya saja (yang orang umum) untuk mengorder apar dan sign
aparnya.
Ketika kamu akreditasi
pun gak perlu repot lagi. Ketika surveyor meminta program MFK, kamu tinggal
tunjukan saja program MFK yang sendiri-sendiri tadi. Saat surveyor menanyakan
lagi integrasi program ini di rumah sakit, tinggal kamu tunjukan lagi program
kerja bagian umum atau program kerja Tim
K3 yang di dalamnya ada poin-poin program MFK. Dan Ketika ditanya lagi budget
untuk program MFK, kamu tunjukan saja budgeting bagian umumnya atau tim K3RS
nya. Beres kan?
Ketika membuat
laporannya pun kamu pasti akan terbantu, soalnya setiap bulannya setiap
tim/unit/bagian kan membuat laporan kinerja program kerjanya ya, nah pokja MFK
tinggal membuat laporan sesuai dengan laporan tiap bagian/tim saja. Mudah
banget kan?
Lalu bagaiaman
bila rumah sakit memilih untuk mebuat program induk MFK?
Oke kalau
pilihannya begini, mau tidak mau rumah sakit harus menunjuk satu unit/divisi untuk
membidani program MFK ini. Biasanya sih rumah sakit akan menunjuk Komite K3
untuk membuatnya. Terkadang ada pula rumah sakit yang menunjuk Bagian Umum
dengan alasan Tim K3 ada di bagian umum atau rumah sakit belum mempunyai tim
K3.
Bila program
induk ini diserahkan ke tim K3, otomatis budgetingnya juga nyambung dengan tim
K3. Tim K3 harus benar-benar teliti nih dalam pembuatan program dan budgetnya. Tim
K3 juga harus siap bila nanti membuat laporan pertanggung jawaban terkait pengeluaran
dana/biaya. Intinya jadi lebih repot saja, soalnya setiap bulannya ia akan membuat
laporan keuangan untuk Tim K3 sendiri dan Pokja MFK.
Kalau saya
sendiri sih lebih setuju kalau program tersebut dipisah-pisah saja. Soalnya
agar tercipta integrasi di bagian/unit rumah sakit sehingga mereka bisa berperan
aktif dalam pengelolaan resiko, yang selama ini kebanyakan dipegang oleh Tim
K3. Dengan masuknya program MFK ini di unit-unit maka, kinerja pengelolaan
resiko akan lebih massive, detail dan komprehensif. Hasilnya pasti akan lebih
maksimal.
Oke sekian dulu
sharing-sharing kali ini, semoga tercerahkan ya. Bila ada yang punya pendapat
lain atau ingin sharing hal lain, silakan tulis saja di kolom komentar di
bawah.
Posting Komentar untuk "Program MFK sebaiknya dipisah atau digabung?"