Yang Membingungkan dari K3 di Rumah Sakit
Buat praktisi K3 yang baru
pertama kali kerja di rumah sakit, pasti sering merasa bingung dengan struktur
K3 di rumah sakit. Kebingungan itu akan bertambah bila ia sebelumnya pernah
bekerja di perusahaan non rumah sakit. Apalagi kalau dikaitkan dengan mutu di
rumah sakit. Wah makin bingung aja deh pasti.
Kebingungan ini akan coba kami
gambarkan dengan ilustrasi sederhana.
Di perusahaan non rumah sakit,
katakanlah proyek, manufaktur atau tambang sekalipun, Orang K3 biasanya masuk
dalam divisi HSE (health safety environment). Secara fungsi, orang K3 lah yang
mengurusi persoalan keselamatan kerja, kesehatan kerja dan lingkungan kerja.
Di perusahaan non rs, ada audit
eksternal yang digunakan, biasanya standarnya adalah ISO 9001 tentang manajemen
mutu, ISO 14001 tentang manajemen lingkungan dan ISO 45001 tentang SMK3. Nah
diantara ketiga audit ini, implementasi dilapangan akan diawasi oleh divisi HSE,
termasuk manajemen mutu perusahaan. Makanya seringkali orang K3 diwajibkan juga
untuk menguasai ISO 9001 tentang mutu perusahaan.
Bisa dibilang kompetensi orang K3
di perusahaan non RS adalah K3, lingkungan dan mutu.
Audit mutu di perusahaan non RS
sudah spesifik membahas soal mutu dan tidak memasukkan unsur K3 di dalamnya. Kenapa?
Soalnya ya manajemen K3 sudah ada audit tersendiri. Kaitan antara audit mutu
dan K3 paling hanya sebatas asesmen resiko saja. Jadi tidak ada lebih tinggi
atau rendah dari mutu atau K3, karena memang yang diasesmen berbeda dan sudah
dipisahkan dari awal.
Lalu bagaimana kondisi nya di
rumah sakit?
Rumit sekali.
Bila berbicara tentang petugas,
orang K3 di rumah sakit biasanya ditempatkan di Komite K3 atau dibawah bagian
umum/IPSRS. Di rumah sakit, ada staf kesehatan lingkungan yang khusus menangani
lingkunga, staf PPI yang khusus menangani resiko infeksi, staf mutu/kp (keselamatan
pasien) yang khusus menangani mutu di rumah sakit. Baik K3, kesling, ppi atau
mutu/kp sekalipun mereka punya permenkesnya tersendiri. Dimana salah satu poin
yang mengatur di PMK tersebut adalah rumah sakit wajib memiliki komite/tim
terkait (PPI, K3, KL, Mutu/KP).
Ribet sekali ya? Soalnya kalau
kita bercermin pada perusahaan non RS, fungsi-fungsi diatas sudah ada semua di
divisi HSE.
Lalu hal kedua yang membingungkan
adalah soal struktur. Struktur PPI, K3, KL, Mutu/KP biasanya terpisah-pisah.
Mereka punya struktur masing-masing dan punya anggota masing-masing. Struktur
satu komite/tim sangat bengkak sekali, dan orang di dalamnya sebetulnya ya
itu-itu saja. Belum lagi kalau bicara soal kinerja tim di dalamnya, apakah
memang mereka melaksanakannya dengan baik, atau hanya sebatas nama di SK saja?
Kalau kita berkaca pada
perusahaan non RS, ada yang disebut dengan P2K3 (Panitia Pembinaan K3). P2K3
ini adalah sebuah organisasi atau wadah kerjasama antara pengusahan
(owner/direksi) dengan pekerja untuk mengembangkan manajemen K3 di perusahaan.
P2K3 ini diatur dalam Permenaker no 4 tahun 1987. P2K3 berisi direksi/owner dan
perwakilan tiap divisi dengan sekretarisnya adalah Ahli K3 Umum perusahaan.
Setiap bulannya P2K3 akan
melakukan meeting untuk membahas kinerja HSE dan juga audit ke lapangan untuk
melihat implementasi HSE di lapangan, lalu dicarikan solusinya.
P2K3 ini sudah berjalan hampir 30
tahun lebih di perusahaan non RS, dan konsep ini sepertinya ditiru oleh Bagian
Mutu di Rumah Sakit.
Karena di rumah sakit bagian mutu
lah yang melakukan meeting rutin setiap bulan membahas indikator mutu dan
melakukan ronde ke rumah sakit. Sedangkan K3 nya justru tidak ada aktivitas
seperti itu.
Bingung kan?
Hal ketiga yang membingungkan
adalah soal audit. Orang K3 di rumah sakit pasti suka heran bila di audit oleh
Tim Mutu rumah sakit. Bila orang mutu habis ronde, pasti ada temuan-temuan yang
di share ke orang K3 untuk ditindaklanjuti. Ini kan bikin bingung, soalnya apa
dasar orang mutu mengaudit K3?
Soalnya ya yang audit soal K3 di
rumah sakit ya sebetulnya orang K3 aja udah cukup. Kan dia memang yang
berkompetensi di bidang K3. Kalau orang mutu yang mengaudit K3, saya rasa
sangatlah kurang tepat. Soalnya lagi-lagi, mutu dan K3 tidak ada yang lebih
tinggi dan rendah. Keduanya berjalan beriringan. Mutu akan mempengaruhi kinerja
K3, kinerja K3 akan mempengaruhi mutu.
Persoalan audit ini sebetulnya
dipengaruhi oleh audit rumahs akit yang menggunakan sistem Akreditasi
SNARS/JCI. Akreditasi RS sendiri sebetulnya lebih membahas soal mutu atau
quality. Memang ada unsur K3 di dalamnya, namun bisa dikatakan sangatlah dasar
dan tidak detail. Acuannya pun tidak ke ISO 45001 atau PP no 50 tahun 2012
(SMK3).
Makanya selama rumah sakit masih
memakai audit dari akreditas RS, maka orang K3 akan selalu diaudit oleh orang
mutu dan mempertanggungjawabkan kinerja K3 nya di forum mutunya orang mutu.
Bingung kan?
Kalau di perusahaan non RS, audit
yang digunakan sudah terbagi-bagi, ada audit soal mutu, ada audit soal
lingkungan dan ada audit soal K3. Nah karena semua ada auditnya masing-masing
maka tidak ada tumpang tindih satu sama lain. Perusahaan berkomitmen sepenuhnya
terhadap mutu, K3 dan lingkungan. Jadi lebih tersistem secara baik.
Saya kira rumah sakit bagusnya
mengikuti konsep yang dijalankan oleh perusahaan non RS, karena jauh lebih
efektif dan efisien. Namun syaratnya tentu saja, rumah sakit harus mau berkomitmen
kepada K3 dan mau melakukan audit lain selain dari akreditasi RS, yakni
mengikuti audit ISO 45001 atau SMK3.
Posting Komentar untuk "Yang Membingungkan dari K3 di Rumah Sakit"